Ahlan Wa Sahlan... Semoga senantiasa memperoleh rahmat dari-NYA...

Sunday, March 25, 2012

Metode Elusidasi Senyawa : IR (InfraRed)


   Kalo sebelumnya telah kita bahas tentang Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance), Sekarang kita lanjut ke Spektroskopi Infrared yang memiliki energi lebih tinggi.
  Spektroskopi infra merah adalah metode yang banyak digunakan untuk menentukan keberadaan gugus fungsi dengan prinsip absorpsi cahaya pada daerah infra merah (Hoffman, 2004). Radiasi infra merah merupakan radiasi elektromagnetik yang wilahnya di antara wilayah sinar tampak dan gelombang mikro. Radiasi ini diaplikasikan sebagian besar dalam bidang organik dengan frekuensi 4000-200 cm-1 (Silverstein et al., 2005). Bila suatu molekul menyerap radiasi infra merah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat sehingga molekul berada dalam keadaan tereksitasi. Energi yang diserap akan dibuang dalam bentuk panas jika molekul kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang dari absorpsi suatu tipe ikatan bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut, tipe ikatan yang berlainan akan menyerap pada panjang gelombang yang berlainan. Spekroskopi infra merah dengan demikian dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).
      Banyaknya energi infra merah yang diserap oleh suatu molekul beraneka ragam. Hal ini disebabkan oleh perubahan momen dipol pada saat energi diserap. Ikatan non polar seperti C-H atau C-C menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan ikatan polar seperti O-H, N-H dan C=O menyebabkan absorpsi yang lebih kuat (Supratman, 2010).
      Tipe vibrasi suatu molekul akibat radiasi infra merah pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu vibrasi ulur (stretching) dan vibrasi tekuk (bending). Vibrasi ulur adalah vibrasi sepanjang ikatan yang menyebabkan terjadinya pemendekan dan pemanjangan ikatan. Sedangkan vibrasi tekuk adalah vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan sehingga terjadi pembesaran dan pengecilan sudut ikatan. Frekuensi vibrasi ulur dapat dijumpai pada frekuensi yang lebih tinggi pada spektrum IR (4000-1200 cm-1), sedangkan frekuensi vibrasi tekuk dijumpai  pada frekuensi yang lebih rendah (~1200-600 cm-1).  Frekuensi vibrasi ulur merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus fungsi dalam suatu senyawa (Hoffman, 2004).
Frekuensi vibrasi ulur suatu ikatan kimia dipengaruhi oleh massa atom yang terikat. Ikatan yang terbentuk antara atom dengan perbedaan massa lebih besar akan bervibrasi pada frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan ikatan yang terbentuk antara atom dengan massa hampir sama. Jenis ikatan juga mempengaruhi frekuensi vibrasi, ikatan rangkap bergetar pada frekuensi yang lebih tinggi dari pada ikatan tunggal yang terbentuk dari atom yang sama (Hart, 2003).

Tabel 2.3. Frekuensi Vibrasi Infra Merah
Jenis Ikatan
Gugus
Kelompok Senyawa
Rentang Frekuensi
(cm-1)
Ikatan
Tunggal
C – C
Alkana
~ 1200
C – O
Ester dan eter
1080 – 1300
C – H
Alkana, alkena, alkuna dan senyawa aromatik
2850 – 3000
= C – H
3030 – 3140
≡ C – H
~ 3300
O – H
Alkohol dan fenol
3500 – 3700 (bebas)
3200 – 3500 (berikatan hidrogen)
Asam karboksilat
2500 – 3000
N – H
Amina
3200 – 3600
S – H
Tiol
2550 – 2600
Ikatan
rangkap dua
C = C
Alkena
1600 – 1680
C = N
Imina dan oksim
1500 – 1650
C = O
Keton
1700 – 1725
Aldehida
1720 – 1740
Asam
1700 – 1725
Ester
1735 – 1750
Ester fenolat
1770 – 1800
d-Valerolaktona
1735 – 1750
γ-Butirolaktona
1760 – 1780
Amida
1630 – 1690
Asil halida
1785 – 1815
Asam anhidrat
1740 – 1810
Ikatan
rangkap tiga
C ≡ C
Alkuna
2100 – 2260
C ≡ N
Nitril
2200 – 2400




* Sumber:
  • Hart, H., Leslie, E. C., dan David, J.H., 2003, Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat, Terjemahan Suminar Setiati Achmadi, Edisi Kesebelas, Penerbit Erlangga, Jakarta
  • Hoffman, R. V., 2004, Organic Chemistry: an Intermediate Text, 2nd Edition, John Willey & Sons, Inc., New York
  • Silverstein, R. M., Webster, F. X., dan Kiemle, D. J., 2005, Spectrometric Identification of Organic Compounds, Edisi Ketujuh, John Willey & Sons, Inc., New York
  • Supratman, U., 2010, Elusidasi Struktur Senyawa Organik (Metode Spektroskopi untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik), Widya Pajajaran, Bandung




Continue Reading...>>

Wednesday, March 14, 2012

Metode Elusidasi Senyawa : NMR (Nuclear Magnetic Resonance)


Skema Alat NMR
Jenis spektroskopi yang sangat besar maanfaatnya dalam penetapan struktur organik adalah spektroskopi NMR. Spektroskopi NMR didasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh inti tertentu molekul organik, yang berada dalam lingkungan magnet yang sangat kuat dan homogen. Spektroskopi NMR akan dapat memperolah gambaran perbedaan sifat magnet dari berbagai inti yang ada dalam molekul (Supratman, 2010).
      Spektroskopi resonansi magnet inti dapat dilakukan pada inti yang memiliki momen magnet, seperti 1H dan 13C (Pine, 1988). Inti tersebut bertindak seperti suatu magnet kecil, yang biasanya searah dengan medan magnet yang mengenai. Energi eksternal yang ditambahkan menyebabkan magnet kecil ini dapat berputar arah berlawanan dengan medan magnet dan bila energi eksternal dihilangkan, maka inti akan kembali searah dengan medan magnet dengan melepaskan kelebihan energinya.  Energi yang dilepaskan dapat digunakan untuk mendapat informasi mengenai inti yang tereksitasi tersebut (Supratman, 2010).
    Pengukuran menggunakan resonansi magnet inti menghasilkan spektrum 1H-NMR yang memberikan informasi mengenai jumlah setiap jenis hidrogen yang terdapat dalam suatu molekul dan sifat lingkungan dari setiap jenis atom hidrogen tersebut. Spektrum 13C-NMR memberikan informasi tentang jumlah karbon yang terdapat dalam molekul dengan semua pergeseran kimianya sehingga dapat diketahui sifat lingkungannya (Hart, 2003).
      Pergeseran kimia adalah posisi penyerapan NMR akibat efek perlindungan elektron. Pengukuran dengan spektroskopi NMR pada umumnya menggunakan senyawa standar sebagai pembanding terhadap senyawa yang diuji. Tetrametilsilan (TMS) sering digunakan sebagai standar internal karena proton pada senyawa ini sangat terlindungi dibanding senyawa organik lain sehingga sinyal hasil analisis sampel biasanya muncul pada medan yang lebih rendah dari pada TMS. Semakin besar elektronegatifitas suatu gugus yang berdekatan, maka efek perlindungan elektron semakin besar sehingga semakin jauh pergeseran sinyal dari standar TMS (Bresnick, 2003). Proton-proton dalam senyawa organik kebanyakan menunjukkan serapan pada medan lemah terhadap TMS pada 0-10 ppm, hanya beberapa proton yang seperti proton-proton gugus aldehida dan karboksilat yang menunjukkan posisi pergeseran di luar rentang tersebut. Serapan karbon-13 ditunjukkan pada medan lemah terhadap TMS pada 0-200 ppm sehingga spektrum 13C-NMR yang muncul lebih sederhana dari pada spektrum 1H-NMR. Nilai pergeseran kimia pada 1H-NMR  dan 13C-NMR terlihat pada Tabel 2.1 dan 2.2  (Supratman, 2010).

Tabel Nilai pergeseran Kimia pada 1H-NMR

TMS
0
RCCH
2,3 – 2,9
R-CH3
0,8 – 1,2
R-CO-CH3
2,0 – 2,7
R2-CH2
1,2 – 1,4
R-O-CH3
3,3 – 3,9
R3-CH
1,4 – 1,65
R2C=CHR
4,9 – 5,9
Ph-CH3
2,2 – 2,5
C6H6
6,0 – 8,0
R-CH2-I
3,1 – 3,3
RCHO
9,4 – 10,4
R-CH2-Br
3,4 – 3,6
R-COOH
10  - 12
R-CH2-Cl
3,6 – 3,8
R-OH
1 – 6
R-CH2-F
4,3 – 4,4
Ar-OH
6 – 8
R-CHCl2
5,8 – 5,9
R2-NH
2 – 4

 Tabel Nilai pergeseran Kimia pada 13C-NMR

TMS
0
CC
75 – 95
R-CH3
0 - 30
C=C
105 – 145
R2-CH2
20 – 45
C (aromatik)
110 – 155
R3-CH
30 – 60
C (heteroaromatik)
105 – 165
R4-C
30 – 50
CN
115 – 125
O-CH3
50 – 60
C=O (karboksilat)
155 – 185
N-CH3
15 – 45
C=O (aldehida/keton)
185 – 225

Selain informasi dari pergeseran kimia yang terdapat dalam spektrum, pemisahan spin-spin juga memberikan banyak informasi mengenai struktur molekul suatu senyawa.  Pemisahan spin-spin terjadi akibat perbedaan lingkungan magnet yang ditimbulkan oleh proton tetangganya. Pola pemisahan dapat diperkirakan dengan aturan n + 1, dengan n adalah banyaknya proton tetangga yang memiliki konstanta kopling sama. Misal, jika terdapat dua proton tetangga, maka sinyal proton akan terpisah menjadi tiga puncak (triplet). Intensitas (tinggi) masing-masing puncak tersusun menurut aturan segitiga Pascal. Puncak duplet (n=1) memberikan rasio 1:1, puncak triplet (n=2) memberikan rasio 1:2:1, puncak kuartet (n=3) memberikan rasio 1:3:3:1 dan seterusnya. Akan tetapi aturan segitiga Pascal ini tidak berlaku pada puncak multiplisitas yang kompleks (Silverstein et al., 2005).
Silahkan kunjungi juga Metode Elusidasi dengan Infrared dan spektroskopi massa 


* Sumber:
  • Bresnick, S., 2003, Intisari Kimia Organik, Terjemahan Hadian Kotong, Hipokrates, Jakarta 
  • Hart, H., Leslie, E. C., dan David, J.H., 2003, Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat, Terjemahan Suminar Setiati Achmadi, Edisi Kesebelas, Penerbit Erlangga, Jakarta
  • Pine, S. H., Hendrickson, J. B., Cram, D. J., dan Hammond, G. S., 1988, Kimia Organik 1, Terjemahan Roehyati Joedodibroto dan Susanti W. Purbo-Hadiwidjoyo, Edisi Keempat, Penerbit ITB, Bandung 
  • Silverstein, R. M., Webster, F. X., dan Kiemle, D. J., 2005, Spectrometric Identification of Organic Compounds, Edisi Ketujuh, John Willey & Sons, Inc., New York
  • Supratman, U., 2010, Elusidasi Struktur Senyawa Organik (Metode Spektroskopi untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik), Widya Pajajaran, Bandung









Continue Reading...>>