Ahlan Wa Sahlan... Semoga senantiasa memperoleh rahmat dari-NYA...

Thursday, March 1, 2012

Pemisahan & Pemurnian Senyawa Organik Hasil Sintesis


Hasil sintesis organik pada umumnya bercampur dengan pelarut dan mengandung senyawa lain yang tidak diinginkan. Pemisahan hasil sintesis tersebut antara lain dapat dilakukan melalui beberapa metode. Filtrasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan pengotor hasil sintesis berupa padatan menggunakan penyaring. Filtrasi dalam skala laboratorium biasa dilakukan menggunakan kertas saring, penyaring Hirsch dan Buchner (Vogel, 1989).
Ekstraksi pelarut juga dapat digunakan untuk memisahkan komponen dan menghilangkan pengotor dari suatu campuran (Adam, 1963). Metode ini didasarkan pada kelarutan komponen dalam pelarut, sehingga membutuhkan pemilihan pelarut yang sesuai. Pelarut yang dipilih bergantung pada kelarutan zat yang akan diekstraksi dan kemudahan untuk dipisahkan dari zat terlarut (Vogel, 1989).  Ekstraksi pelarut dilakukan dengan mengocok campuran yang akan dipisahkan menggunakan pelarut yang sesuai dalam corong pisah. Eter merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik dan memiliki titik didih rendah sehingga mudah dipisahkan dari zat terlarut (Norris, 1924). Hasil ekstraksi biasanya dikeringkan terlebih dahulu melalui kontak langsung dengan zat padat pengering. Pemilihan pengering diatur berdasaran pertimbangan pengering tidak berinteraksi kimiawi dengan hasil sintesis (seperti polimerisasi, reaksi kondensasi, auto-oksidasi), dapat menyerap air dengan cepat, memiliki kapasitas pengeringan yang efektif dan ekonomis (Vogel, 1989).
Adapun pemurnian senyawa organik padat dapat dilakukan dengan rekristalisasi dengan pelarut yang didasarkan pada prinsip kelarutan. Zat-zat yang direkristalisasi dilarutkan dalam pelarut pada suhu tinggi, dihilangkan pengotornya, disaring untuk menghilangkan residu yang tak larut dan didinginkan. Kristal yang terbentuk kemudian disaring pada tekanan rendah, dicuci dan dikeringkan (McKee, 1997). Pemilihan pelarut merupakan hal yang penting dalam rekristalisasi. Kriteria pelarut yang baik untuk rekristalisasi adalah mudah melarutkan senyawa yang dimurnikan pada suhu tinggi dan  sulit melarutkan pada suhu rendah, menghasilkan kristal dengan baik dari senyawa yang dimurnikan, mudah dipisahkan dari senyawa yang dimurnikan (memiliki titik didih yang relatif rendah) dan tidak bereaksi dengan senyawa yang dimurnikan (Vogel, 1989).
Selain rekristalisasi, kromatografi juga sering digunakan untuk memurnikan senyawa organik padat. Kromatografi biasanya terdiri dari fasa diam dan fasa gerak. Fasa gerak yang membawa komponen dari campuran melewati fasa diam, sedangkan fasa diam tersebut akan berinteraksi dengan senyawa-senyawa yang dipisahkan dengan afinitas yang berbeda-beda (Bresnick, 2003). Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang masih banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan daya adsorpsi dan partisi. Adsorben yang umum digunakan adalah silika gel, alumina, selulosa dan karbon aktif. Fasa gerak (eluen) pada kromatografi kolom melalui fasa diam (adsorben) yang berada dalam kolom, sehingga campuran akan terpisah membentuk pita-pita karena perbedaan sifat kepolaran (Gritter, 1991).
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan proses pemisahan dan pemurnian yang didasarkan pada perbedaan adsorpsi dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang bergerak mengikuti kepolaran eluen. Adsorben yang umum digunakan adalah silika gel dan alumina. Sedangkan partisi adalah kelarutan tiap-tiap komponen kimia dalam cairan pengelusi (eluen) dimana arah gerakannya disebabkan oleh interaksi komponen dengan eluen sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda dan menyebabkan terjadinya pemisahan (Hostettmann et al., 1995). Campuran yang akan dipisahkan dengan KLT dilarutkan pada suatu pelarut yang sesuai, lalu ditotolkan pada bagian bawah plat KLT menggunakan pipa kapiler dan dikeringkan. Plat selanjutnya dielusi dalam suatu bejana yang berisi sistem pelarut yang jenuh dengan uap eluen. Pelarut kemudian naik hingga bagian tertentu dari plat selanjutnya dikeringkan. Proses penampakan noda pada plat KLT dapat dilakukan dengan penyinaran dengan sinar ultraviolet, uap iodin atau dengan penyemprotan menggunakan senyawa kimia tertentu, misalnya 2,4-dinitrofenilhidrazin dan ninhidrin (Gritter et al., 1991). Kemurnian senyawa dapat diketahui dari bentuk noda pada plat, jika noda yang tampak berupa noda tunggal, maka senyawa tersebut sudah tidak bercampur dengan senyawa lainnya. Uji kemurnian dengan metode ini harus dilakukan pada berbagai eluen yang berbeda (Poole dan Salwa, 1991).
Titik leleh merupakan salah satu sifat fisik padatan yang dapat digunakan untuk menguji kemurniannya. Penentuan titik leleh ditentukan dari pengamatan trayek lelehannya, dimulai saat terjadinya pelelehan, transisi padat-cair, sampai seluruh padatan mencair. Senyawa organik murni umumnya memiliki titik leleh yang tajam, yaitu rentang titik leleh tidak melebihi sekitar 0,5oC (Vishnoi, 1996). Pengotor dalam jumlah sedikit dapat memperlebar trayek titik leleh dan menyebabkan suhu awal terjadinya pelelehan lebih rendah atau tinggi dari pada titik leleh senyawa murninya (Sudjadi, 1988).




*Sumber:

Adam, R., Johnson, J. R., Wilcox, C. F., 1963, Laboratory Experiments in Organic Chemistry, The Macmillan Company, New York

Bresnick, S., 2003, Intisari Kimia Organik, Terjemahan Hadian Kotong, Hipokrates, Jakarta

Gritter, R. J., Bobbitt, J. M., Schwarting, A. E., 1991, Pengantar Kromatografi, Terjemahan Kokasih Padmawinata, Edisi Kedua, Penerbit ITB, Bandung

Hostettmann, K., Hostettmann, M., dan Marston, A., 1995, Cara Kromatografi Preparatif, Terjemahan Kokasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung

McKee, J. R., Zanger, M., 1997, Essential of Organic Chemistry, Small Scale Laboratory Experiments, Wm. C. Brown Publishers, Dubuque, USA

Norris, J. F., 1924, Experimental Organic Chemistry, McGraw-Hill Book Company Inc., New York

Pine, S. H., Hendrickson, J. B., Cram, D. J., Hammond, G. S., 1988, Kimia Organik 1, Terjemahan Roehyati Joedodibroto dan Susanti W. Purbo-Hadiwidjoyo, Edisi Keempat, Penerbit ITB, Bandung

Sudjadi, 1988, Metode Pemisahan, Kanisius, Yogyakarta

Vishnoi, N. K., 1996, Advance Practical Organic Chemistry, Vika’s Publishing House Pvt. Ltd., Kanpur

Vogel, A. I., 1989, Textbook of Practical Organic Chemistry, Fifth Edition, Longman Group, London





No comments:

Post a Comment