Kalo sebelumnya telah kita bahas tentang Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance), Sekarang kita lanjut ke Spektroskopi Infrared yang memiliki energi lebih tinggi.
Spektroskopi infra merah adalah metode yang banyak digunakan untuk menentukan keberadaan gugus fungsi dengan prinsip absorpsi cahaya pada daerah infra merah (Hoffman, 2004). Radiasi infra merah merupakan radiasi elektromagnetik yang wilahnya di antara wilayah sinar tampak dan gelombang mikro. Radiasi ini diaplikasikan sebagian besar dalam bidang organik dengan frekuensi 4000-200 cm-1 (Silverstein et al., 2005). Bila suatu molekul menyerap radiasi infra merah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat sehingga molekul berada dalam keadaan tereksitasi. Energi yang diserap akan dibuang dalam bentuk panas jika molekul kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang dari absorpsi suatu tipe ikatan bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut, tipe ikatan yang berlainan akan menyerap pada panjang gelombang yang berlainan. Spekroskopi infra merah dengan demikian dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).
Spektroskopi infra merah adalah metode yang banyak digunakan untuk menentukan keberadaan gugus fungsi dengan prinsip absorpsi cahaya pada daerah infra merah (Hoffman, 2004). Radiasi infra merah merupakan radiasi elektromagnetik yang wilahnya di antara wilayah sinar tampak dan gelombang mikro. Radiasi ini diaplikasikan sebagian besar dalam bidang organik dengan frekuensi 4000-200 cm-1 (Silverstein et al., 2005). Bila suatu molekul menyerap radiasi infra merah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat sehingga molekul berada dalam keadaan tereksitasi. Energi yang diserap akan dibuang dalam bentuk panas jika molekul kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang dari absorpsi suatu tipe ikatan bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut, tipe ikatan yang berlainan akan menyerap pada panjang gelombang yang berlainan. Spekroskopi infra merah dengan demikian dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).
Banyaknya energi infra merah yang diserap
oleh suatu molekul beraneka ragam. Hal ini disebabkan oleh perubahan momen
dipol pada saat energi diserap. Ikatan non polar seperti C-H atau C-C
menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan ikatan polar seperti O-H, N-H dan C=O
menyebabkan absorpsi yang lebih kuat (Supratman, 2010).
Tipe vibrasi suatu molekul akibat radiasi
infra merah pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu vibrasi ulur (stretching)
dan vibrasi tekuk (bending). Vibrasi ulur adalah vibrasi sepanjang
ikatan yang menyebabkan terjadinya pemendekan dan pemanjangan ikatan. Sedangkan
vibrasi tekuk adalah vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan sehingga terjadi
pembesaran dan pengecilan sudut ikatan. Frekuensi vibrasi ulur dapat dijumpai
pada frekuensi yang lebih tinggi pada spektrum IR (4000-1200 cm-1),
sedangkan frekuensi vibrasi tekuk dijumpai
pada frekuensi yang lebih rendah (~1200-600 cm-1). Frekuensi vibrasi ulur merupakan daerah yang
khusus berguna untuk identifikasi gugus fungsi dalam suatu senyawa (Hoffman,
2004).
Frekuensi vibrasi ulur suatu ikatan kimia dipengaruhi oleh massa
atom yang terikat. Ikatan yang terbentuk antara atom dengan perbedaan massa
lebih besar akan bervibrasi pada frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan
ikatan yang terbentuk antara atom dengan massa hampir sama. Jenis ikatan juga
mempengaruhi frekuensi vibrasi, ikatan rangkap bergetar pada frekuensi yang
lebih tinggi dari pada ikatan tunggal yang terbentuk dari atom yang sama (Hart,
2003).
Tabel 2.3. Frekuensi Vibrasi Infra Merah
Jenis
Ikatan
|
Gugus
|
Kelompok
Senyawa
|
Rentang
Frekuensi
(cm-1)
|
Ikatan
Tunggal
|
C
– C
|
Alkana
|
~ 1200
|
C
– O
|
Ester dan eter
|
1080 – 1300
|
|
C
– H
|
Alkana, alkena, alkuna dan
senyawa aromatik
|
2850 – 3000
|
|
=
C – H
|
3030 – 3140
|
||
≡
C – H
|
~ 3300
|
||
O
– H
|
Alkohol dan fenol
|
3500 – 3700 (bebas)
3200 – 3500 (berikatan hidrogen)
|
|
Asam karboksilat
|
2500 – 3000
|
||
N
– H
|
Amina
|
3200 – 3600
|
|
S
– H
|
Tiol
|
2550 – 2600
|
|
Ikatan
rangkap
dua
|
C
= C
|
Alkena
|
1600 – 1680
|
C
= N
|
Imina dan oksim
|
1500 – 1650
|
|
C
= O
|
Keton
|
1700 – 1725
|
|
Aldehida
|
1720 – 1740
|
||
Asam
|
1700 – 1725
|
||
Ester
|
1735 – 1750
|
||
Ester fenolat
|
1770 – 1800
|
||
d-Valerolaktona
|
1735 – 1750
|
||
γ-Butirolaktona
|
1760 – 1780
|
||
Amida
|
1630 – 1690
|
||
Asil halida
|
1785 – 1815
|
||
Asam anhidrat
|
1740 – 1810
|
||
Ikatan
rangkap
tiga
|
C ≡
C
|
Alkuna
|
2100 – 2260
|
C ≡
N
|
Nitril
|
2200 – 2400
|
* Sumber:
- Hart, H., Leslie, E. C., dan David, J.H., 2003, Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat, Terjemahan Suminar Setiati Achmadi, Edisi Kesebelas, Penerbit Erlangga, Jakarta
- Hoffman, R. V., 2004, Organic Chemistry: an Intermediate Text, 2nd Edition, John Willey & Sons, Inc., New York
- Silverstein, R. M., Webster, F. X., dan Kiemle, D. J., 2005, Spectrometric Identification of Organic Compounds, Edisi Ketujuh, John Willey & Sons, Inc., New York
- Supratman, U., 2010, Elusidasi Struktur Senyawa Organik (Metode Spektroskopi untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik), Widya Pajajaran, Bandung